Shalat (Syaikh Ibnu Athaillah) – Bagian 1 | Suluk

[1] Ibnu Athaillah berkata,”Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili r.a berkata,’Keadaan dirimu bisa diukur melalui shalat. Jika kau meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi maka kau bahagia. Namun, jika tidak, tangisilah dirimu. Jika kaki ini masih sulit dilangkahkan menuju shalat, adakah orang yang tidak ingin berjumpa dengan Kekasihnya?! Allah berfirman,’Shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar.'(QS al-Ankabut [29]:45). Maka, siapa yang ingin mengenal hakikat dirinya di sisi Allah dan mengetahui keadaannya bersama Allah, perhatikanlah shalatnya. Apakah ia melakukan shalat dengan khusyuk dan tenang atau dengan lalai dan tergesa-gesa?

Jika kau tidak menunaikan shalat dengan khusyuk dan tenang, sesalilah dirimu! Sebab, orang yang duduk dengan pemilik kesturi, ia akan mendapat wanginya. Sementara, ketika shalat, sesungguhnya kau duduk bersama Allah. Jika kau ada bersama-Nya tetapi tidak mendapatkan apa-apa, berarti ada penyakit dalam dirimu, entah itu berupa sombong, ujub, atau kurang adab. Allah berfirman,’Akan Ku-palingkan dari ayat-ayat-Ku orang yang bersikap sombong di muka bumi secara tidak benar.'(QS al-A’raf [7]:146) Karena itu, setelah menunaikan shalat, janganlah terburu-buru pergi meninggalkan tempat shalat. Duduklah untuk berdzikir mengingat Allah seraya meminta ampunan atas segala kekurangan. Bisa jadi shalatnya tidak layak diterima. Rasulullah Saw sendiri selepas shalat selalu membaca istighfar sebanyak 3 kali.

[2] Arti mendirikan shalat adalah mengerjakan semua rukun dan sunnahnya disertai keadaan lenyap dari dirinya dan melihat Dzat yang dituju dalam shalat. Dalam shalat, yang penting bukanlah keberadaan shalat secara lahiriah dan gerakan anggota badan, melainkan bagaimana berusaha mendirikan shalat secara benar.(Iqazh al-Himam, Ibn Ajibah, hlm 170)

[3] Shalat adalah pembersih hati dari berbagai dosa dan pembuka pintu kegaiban. Shalat membersihkan hati dari noda dan aib karena dalam shalat seorang hamba tunduk, bersimpuh, merendah, dan merasa hina. Shalat juga menjadi pembuka pintu kegaiban, karena shalat membersihkan lahir dan batin seorang hamba sehingga orang yang shalat layak masuk ke hadirat-Nya yang suci.

[4] Shalat merupakan munajat hamba kepada Tuhan, baik dengan hati maupun lisannya. Jika lisan membaca dan berdoa, tetapi hatinya tidak tertuju kepada Allah, berarti ia mendirikan shalat dalam keadaan lalai.

[5] Rukuk dan sujud dimaksudkan untuk mengagungkan Allah. Ketika tidak ada rasa dan sikap pengagungan maka yang tersisa hanyalah gerakan tubuh lahiriah indrawi; gerakan yang ringan tanpa kesulitan. Padahal, nilai keutamaan shalat terletak pada kehadiran hati di hadapan Allah.

[6] Keadaan dirimu bisa diukur dan dinilai melalui shalatmu. Jika kau meninggalkan berbagai hal yang bersifat duniawi, termasuk perbuatan keji dan mungkar, berarti kau telah mencapai tujuan shalat dan kau termasuk golongan manusia yang bahagia di dunia dan akhirat. Tetapi, jika tidak, tangisilah dirimu!

[7] Jika kau masih merasa berat dan terbebani untuk mendirikan shalat, berarti kau tidak ingin berjumpa dengan Alah. Sebab, shalat merupakan momen perjumpaan dirimu dengan Allah. Engkau berdiri, duduk, dan bersimpuh di hadapan-Nya. Semua gerakan dan lafal yang diucapkan dalam shalat merupakan munajat kita kepada Allah, munajat hamba kepada Dzat yang ada di hadapan-Nya. Ketika kau mengucap,”Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta,”(QS al-Fatihah [1]:5) sesungguhnya kau sedang berbincang atau bermunajat kepada Engkau (Allah) yang menjadi lawan bicara yang hadir bersamamu. Karena itu, dalam hadits shahih disebutkan bahwa ketika hamba mengucap kata tersebut, Allah menjawab,”Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku. Untuk hamba-Ku, apa yang ia minta.”(HR. Muslim)

[8] Makna khusyuk dalam shalat adalah sibuknya hati, lisan, dan anggota badan serta gelora perasaan orang yang shalat bahwa ia sedang berada di hadapan Allah Swt.

[9] Orang yang memasuki shalat harus menyadari apa yang ia ucapkan. Ia tidak boleh dilalaikan dengan urusan dunia. Allah berfirman,”Tegakkan shalat untuk mengingat-Ku.”(QS. Thaha [20]:14). Keadaan lalai tentu saja berlawanan dengan ingat.

[10] Allah berfirman,”Hai orang beriman, janganlah kalian menunaikan shalat dalam keadaan mabuk sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan,”(QS. an-Nisa [4]:43). Ada yang berpendapat bahwa mabuk yang dimaksud di atas bukan hanya mabuk karena minuman keras, melainkan juga mabuk karena banyaknya hal yang dipikirkan ketika shalat. Jadi, mabuk disana dapat diartikan secara lahiriah maupun batiniah. Sebab, banyak orang yang tidak minum arak tetapi mereka tidak menyadari apa yang diucapkan dalam shalatnya.

[11] Kekhusyukan hati datang melalui makrifat. Semakin mengenal Allah dan mengetahui berbagai karunia-Nya, hati akan semakin khusyuk. Sebaliknya, semakin lalai, hati pun semakin jauh dari khusyuk.

[12] Allah menyerumu agar kau berkhalwat bersama-Nya sehingga kau mendapatkan karunia, pertolongan, dan pancaran cahaya-Nya. “Shalat adalah duduk bersama Allah. Jika kau bersama-Nya, tetapi tidak mendapatkan apa-apa, berarti ada penyakit dalam dirimu, baik itu berupa kesombongan, ujub, atau kurang adab.” Allah berfirman,’Akan Ku-palingkan dari ayat-ayat-Ku orang yang bersikap sombong di muka bumi secara tidak benar.”(QS. al-A’raf [7]:146)

[13] Setelah shalat, janganlah tergesa-gesa keluar. Duduklah lebih lama untuk memohon ampunan atas segala dosa dan kekurangan. Berdzikirlah dan mintalah kepada Allah agar menerima shalat kita. Setelah menunaikan shalat, Nabi Saw selalu beristighfar 3 kali.

^Bersambung, ke catatan berjudul : Shalat (Syaikh Ibnu Athaillah) – Bagian 2 | Suluk

* Sumber : Taj al-Arus al-Hawi li Tahdzib al-Nufus, 2011; (Tajul Arus, 2013)

————————————- # Judul-judul catatan lain, termuat dalam : Reblogged : DAFTAR ISI

Tentang 710.YP

♡ Notes. Excerpts. Islamic. Tashawwuf. Sufism ♡ Living with [Chronic blood cancer- CML type] + [Cardiac arrhythmia] + [Bronchial asthma] + [CIPN-related Chronic Pain] ♡ "Tidak terlibat terlalu jauh di dunia ramai"♡ Pain, teaches you faster, quicker, harder than “beautiful” experiences ♡
Pos ini dipublikasikan di cinta kepada Allah, Jalan Suluk, Jihad Akbar, rindu kepada Allah, sufism; tashawwuf, Suluk, Syaikh Ibnu Athaillah, Tata Cara Suluk, taubat, tazkiyatunnafs, Wajib dalam Suluk dan tag , , , , , , , , . Tandai permalink.